Masih belum hilang dalam ingatan kita mengenai sosialisasi
kegiatan Pekan Kondom Nasional pada Tahun 2013 oleh Kementerian Kesehatan yang
bertujuan untuk menekan laju penularan HIV AIDS telah mengundang kontroversi di
masyarakat. Salah satu program kemenkes tersebut dinilai masyarakat akan
menyebabkan degradasi moral dan pergaulan bebas. Penyediaan dan penjualan alat
kontrasepsi akan memudahkan akses yang akan memicu dampak negatif lebih lanjut.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengharapkan
dengan sosialisasi penggunaan dan pembagian kondom gratis akan efektif menekan
laju penyebaran penyakit menular seksual. Risiko terpaparnya HIV Aids khususya
untuk kalangan yang berisiko diharapkan akan menurun. Salah satu solusinya
yaitu dengan sosialisasi penggunaan dan pembagian kondom gratis.
Apa yang dapat kita amati dari peristiwa diatas yaitu
pesan yang disampaikan oleh pemerintah mendapat tanggapan dan reaksi negatif
dari masyarakat. Tujuan baik yang ingin dituju pemerintah mendapat reaksi
penolakan dari masyarakat. Pesan yang disampaikan pemerintah melalui
sosialisasi pengunaan dan pembagian kondom gratis dinilai akan meningkatkan
pergaulan bebas oleh masyarakat. Persepsi informasi yang diharapkan tidak sesuai dengan tujuan pemerintah.
Mengapa persepsi dari masyarakat bersifat negatif terhadap Pekan Kondom
Nasional?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi dapat
didefinisikan kedalam dua makna yaitu:
1. Tanggapan
penerimaan langsung dari sesuatu yaitu serapan;
2. Proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancinderanya.
Dalam sesi kedua mata kuliah Isu-isu Kontemporer
Informasi, Ida F. Priyanto (2016) mendefinisikan persepsi sebagai proses
mengenali, mengorganisasi, dan menginterpretasi informasi.
Dari kedua definisi mengenai persepsi tersebut dapat
kita simpulkan bahwa persepsi merupakan proses menginterpretasi informasi
melalui pancaindera. Dalam program pembagian kondom gratis di lokalisasi,
masyarakat mengintepretasikan kegiatan tersebut akan meningkatkan pergaulan bebas.
Dalam artikel ini penulis akan mencoba memaparkan peristiwa ini dalam
perspektif ilmu informasi.
Menurut Ida F Priyanto (2016) proses persepsi
informasi diawali oleh proses memvisualisasikan informasi berupa pemberian
kesan terhadap suatu hal yang dilanjutkan dengan tahap interaksi sampai
pembentukan dan pengenalan pola-pola tertentu berupa interpretasi terhadap
setiap informasi yang diterima.
Visualisasi atau gambaran informasi mengenai pembagian
kondom gratis memang tidak berkesan positif. Masyarakat cenderung apriori dan
memberi stigma negatif terhadap aktifitas yang berkaitan dengan pembagian
kondom. Orangtua mahasiswa pun dibuat resah dengan sosialisasi Pekan Kondom
Nasional. Proses selanjutnya interaksi yang dilakukan pemerintah untuk
mensosialisasikan pembagian kondom gratis tidak menjelaskan secara rinci di
wilayah dan lingkungan yang menjadi target kegiatan Pekan Kondom Nasional. Hal ini
dapat dilihat dari tersiarnya wacana pembagian kondom di kampus di berbagai media
massa. Pemerintah mengklaim pembagian kondom akan dilakukan di tempat khusus,
bukan di kampus. Pada saat wacana pembagian kondom di kampus menjadi bola liar
di tengah masyarakat, klarifikasi dari pemerintah justru dapat dikatakan minim
sekali. Seharusnya ada sosialisasi yang bersifat menyeluruh baik melalui
pembahasan wacana di kalangan akademisi, iklan layanan masyarakat baik melalui
media massa maupun media sosial sebelum pelaksanaan kegiatan Pean Kondom
Nasional. Munculnya kekhawatiran dikalangan masyarakat khususnya orangtua
mahasiswa dinilai wajar mengingat yang muncul ke permukaan adalah kabar
pembagian kondom gratis.
Gambar 2. Ilustrasi Aksi Penolakan Pekan Kondom Nasional
Salah satu eror dalam persepsi informasi, menurut Ida
F Priyanto (2016), adalah persepsi tentang sinyal oleh pembuat keputusan
tergantung pada bagaimana data disampaikan, latar belakangnya, dan pelatihan
(training)-nya. Perbaikan (informasi) bisa diperoleh dengan mengirimkan
penjelasan yang lebih teliti mengenai apa yang dimaksudkan dengan data yang
dikirimkan.
Dalam hal sosialisasi Pekan Kondom Nasional pemerintah
memandang pembagian kondom merupakan salah satu upaya untuk menekan laju
penyebaran HIV AIDS tanpa mengkaji dahulu berbagai aspek terkait kegiatan
tersebut. Tidak adanya koordinasi yang baik antara pemerintah dan panitia Pekan
Kondom Nasioal terlihat dari saling bantah dalam pemberitaan di media massa. Solusi
dari persoalan ini adalah dengan memperbaiki informasi melalui penyusunan sosialisasi
yang melibatkan semua unsur masyarakat baik dari kalangan akademisi maupun
budayawan. Diharapkan informasi dalam sosialisasi yang disampaikan telah
mengakomodir seluruh pandangan dan aspirasi baik dari pemerintah maupun
khalayak luas.
Informasi yang disampaikan dalam sosialisasi Pekan
Kondom Nasional perlu memperhatikan aspek-aspek dalam atribut kualitas dan
nilai informasi, yaitu
1. Relevance
2. Timeliness
3. Accuracy
Relevansi informasi dalam Pekan Kondom Nasional
semestinya sesuai dengan kebutuhan informasi masyarakat akan pencegahan
penularan HIV AIDS. Informasi yang tidak relevan disampaikan dalam kegiatan
Pekan Kondom Nasional akan berdampak tidak lebih baik dibandingkan dengan tidak
mendapat informasi tersebut. Penilaian relevansi hanya bias ditentukan dengan
kesesuaian tujuan Pekan Kondom Nasional dengan pikiran dan keputusan yang
diambil masyarakat dalam mencegah penularan HIV AIDS.
Aspek Timeliness
berkaitan dengan aspek waktu ketika informasi mengenai Pekan Kondom Nasional
memegang peranan yang penting. Misalnya sosialisasi dilakukan pada saat peringatan
yang berkaitan dengan bidang kesehatan, misalnya hari kesehatan nasional.
Apabila waktu tidak tepat, ketika tanggal 14 Februari yang di kalangan remaja
dikenal dengan hari kasih saying, maka sosialisasi Pekan Kondom Nasional akan
mendapat persepsi yang negatif dari masyarakat. Perlu diperhatikan pula dengan lamanya
waktu respon pemerintah menambah ketidakpastian yang berujung pada bertambahnya
persepsi yang bersifat negatif terhadap sosialisasi Pekan Kondom Nasional.
Nilai positif akan diperoleh apabila ada respon cepat dari pemerintah berupa
klarifikasi mengenai kegiatan sosialisasi.
Aspek Accuracy tidak kalah pentingnya. Untuk
mensukseskan Pekan Kondom Nasional pemerintah perlu melakukan evaluasi dengan
mempertimbangkan prakiraan dampak ke depan dengan mempertimbangkan
langkah-langkah pencegahan HIV AIDS yang telah dilakukan sebelumnya. Apabila
dalam kegiatan pencegahan penularan HIV AIDS sebelumnya ada persoalan maka
harus dipastikan solusinya ditemukan terlebih dahulu untuk mencegah problema
yang terulang. Aspek akurasi lainnya yaitu mencegah terjadinya bias dan variabilitas.
Bias berkaitan dengan munculnya gambaran persoalan terkait pembagian kondom
memicu pergaulan bebas. Pemerintah perlu menjelaskan pembagian kondom dengan
format yang tidak menimbulkan pergaulan bebas. Sedangkan variabilitas yaitu
gambaran-gambaran persoalan baru yang seolah muncul karena pembagian kondom
gratis. Pemerintah dapat mengabaikan variabilitas gambaran tersebut dengan
tetap fokus kepada penjelasan kegiatan Pekan Kondom Nasional merupakan langkah
untuk mencegah penularan HIV AIDS.
Demikian telaahan persepsi masyarakat terhadap
sosialisasi Pekan Kondom Nasional dalam perspekif ilmu informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan
(Online). (http://kbbi.web.id/persepsi. Diakses 23 Agustus 2016)
Priyanto, Ida Fajar. 2016. Kualitas, Metriks dan Nilai Informasi, Materi Kuliah Isu-isu Kontemporer Informasi. Yogyakarta: Program Studi Kajian Budaya dan Media Minat Studi Manajemen Informasi dan Perpustakaan UGM.
Ruslan, Heri. 2013. 'Pembagian Kondom Gratis Simplikasi Solusi HIV dan AIDS' (Online). (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/12/03/mx8gcj-pembagian-kondom-gratis-simplikasi-solusi-hiv-dan-aids. Diakses 23 Agustus 2016)
Grehenson, Gusti. 2013. UGM Keberatan Aksi Bagi Kondom Gratis di Lingkungan Kampus (Online).(https://ugm.ac.id/id/berita/8474-ugm.keberatan.aksi.bagi.kondom.gratis.di.lingkungan.kampus. Diakses 23 Agustus 2016
Susila, Suryanta Bakti. 2013. UGM Protes Bagi-Bagi Kondom di Kampus (Online). (http://nasional.news.viva.co.id/news/read/463471-ugm-protes-bagi-bagi-kondom-di-kampus. Diakses 23 Agustus 2016)
Widiyani, Romsha. 2013. Kemenkes Bantah Kabar Pembagian Kondom di Kampus (Online). (http://health.kompas.com/read/2013/12/03/1043058/Kemenkes.Bantah.Kabar.Pembagian.Kondom.di.Kampus. Diakses 23 Agustus 2016)
Kusmiyati. 2013. Tak Ada Bagi-bagi Kondom Gratis di Kampus! (Online) (http://health.liputan6.com/read/762879/tak-ada-bagi-bagi-kondom-gratis-di-kampus. Diakses 23 Agustus 2016)
Tulisan Pak Dani sangat informatif, teori disertai contoh konkret yang ada di masyarakat. Terima kasih telah membantu saya untuk lebih memahami tentang keterkaitan antara informasi dengan persepsi masyarakat.
BalasHapusTerima kasih Mba Dani, sewaktu menyimak kuliah sesi 2 dari Pak Ida mengenai eror dalam persepsi yang terbayang dalam benak saya adalah program pemerintah yang mendapat penolakan masyarakat, salah satunya yaitu kegiatan Pekan Kondom Nasional. Tujuan program yahg baik tetapi aksinya keliru menjadi penyebab penilaian negatif dari masyarakat.
Hapuspakaging ulasannya mantabb gan... melihat dari perspektif agama masyarakat, mungkin bagi kondom gratis bnyk diartikan bagi2 sarana free sex termasuk untuk yg bukan suami istri.. ditambah kurangnya penjelasan dari pemerintah pada masyarakat indo yg blm biasa dg hal itu, menjadikan informasi yg ditangkap semakin bias.. mungkin kalo dulu ada pembatasanan seperti suami istri bawa surat nikah gratis 1 kardus, bisa lebih mantab,, hehe
BalasHapus1 kardus wkwkwk....banyak banget Ver he3, dulu aq jg pernah mbagiin kondom bt kegiatan KKN khusus untuk yg sudah berumah tangga dan ternyata mrk malah malu dan enggan krn tdk terbiasa he3
Hapusmendengar kata "Pekan Kondom Nasional" apa yang terbayang di benak Mas Verry? :D
HapusYang sebelumnya saya juga sependapat "tidak setuju" dengan wacana tersebut, ternyata jika diulas lebih dalam dari sudut pandang kajian informasi itu sendiri, maka dapat menjadi informasi yang mudah dipahami dan tidak sepenuhnya mengarah ke hal yang negatif. Terima kasih mas Dani, tulisannya sangat informatif. hehe
BalasHapusTerima kasih Mba Milla,
Hapuskata "Kondom" untuk sebagian besar masyarakat masih risih untuk dibawa ke ruang publik, apalagi ditambahkan kata "Pekan" dan "Nasional" :D
Tulisannya pak Dani selalu aplikatif dan mudah dipahami, salah satu kelemahan terbesarnya instansi pemerintah ttg koordinasi itu karena alur informasi yg tdk pernah jelas tiap unit :(
BalasHapusTerimakasih Mba Mufida, memang benar salah satu kendala dalam koordinasi karena penerapan keterbukaan informasi publik masih belum optimal di instansi pemerintah.
HapusTulisan pak Dani mudah dipahami. Informasi yang diberikan juga ttg informasi dan persepsi cukup jelas, informatif dan sangat membantu dalam memahami informasi tersebut.
BalasHapusTerima kasih Mba Resti :)
HapusTuliasannya informatif pak Dani. Dan selalu berangkat dari contoh-contoh yang ada disekitar.
BalasHapusTerima kasih Mba Hasmawati :)
Hapusjadi gatel mau berkomentar tentang program pemerintah. seringkali program pemerintah memang seperti kurang sosialisai. pemerintah juga seringkali tidak belajar dari kesalahan sebelumnya, lupa bahwa masyarakat kita seperti mengharapka "zero error" dari pemerintah. padahal... ah, sudahlah..
BalasHapuspemerintah dan masyarakat memang sama-sama harus belajar lagi mengenai literasi informasi.
btw, tulisannya bagus mas!
Terimakasih Mba Futri :)
Hapusdemikianlah semoga ke depan semakin lebih baik sosialisasi program-program dari pemerintah terutama yang menyangkut kepentingan umum
perception dan experience juga memegang peran penting pada penerimaan informasi seseorang.
BalasHapusTerima kasih Pak Ida atas masukannya, memang benar pak bahwa penerimaan informasi erat kaitannya dengan persepsi dan pangalaman. Khusus persepsi dan pengalaman mengenai kondom yang bersifat negatif karena sering disalahgunakan dalam pergaulan. Promosi kondom sebagai alat kontrasepsi pun seringkali ditampilkan dengan tidak tepat.
Hapus